Minggu, 24 April 2011

HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA


BAB  I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Negara memiliki kekuasaan yang kuat terhadap rakyatnya.

Kekuasaan, dalam arti kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain, dalam ilmu politik biasanya dianggap bahwa memiliki tujuan demi kepentingan seluruh warganya. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang berperan sebagai penyelenggara. Negara adalah semata-mata demi kesejahteraan warganya, negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab men¬capai janji kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran distribusi sosial (ke¬bijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi).


B.       Rumusan Masalah

Berabjak dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah  :
1.      Apa itu Negara dan Fungsinya ?
2.      Bagaimana hak dan kewajiban Negara  ?


C.      Tujuan

Yang menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui tentan bagaimana hak dan kewajiban Negara terhadap rakyatnya .


BAB  II
PEMBAHASAN

A.      Defenisi Negara

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Negara memiliki kekuasaan yang kuat terhadap rakyatnya. Kekuasaan, dalam arti kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain, dalam ilmu politik biasanya dianggap bahwa memiliki tujuan demi kepentingan seluruh warganya. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang berperan sebagai penyelenggara negara adalah semata-mata demi kesejahteraan warganya.

Negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab men¬capai janji kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran distribusi sosial (ke¬bijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi). Fungsi dasar negara adalah ”mengatur” untuk menciptakan law and order dan ”mengu¬rus” untuk mencapai welfare/kesejahteraan.

Fungsi dasar negara adalah mengatur untuk menciptakan law and order dan untuk mencapai welfare atau kesejahteraan. Dalam pandangan teori klasik tentang negara, peran negara dalam pembangunan, termasuk peran kesejahteraan, mencakup lima hal. Pertama, peran ekstraksi, yakni mengumpulkan sumberdaya, misalnya memperoleh devisa dari ekspor, eksploitasi sumberdaya alam, menarik pajak warga, atau menggali pendapatan asli daerah. Kedua, peran regulasi, yakni melan¬carkan kebijakan dan peraturan yang digunakan untuk mengatur dan men¬gurus barang-barang publik dan warga. Ketiga, peran konsumsi, yakni menggunakan (alokasi) anggaran negara untuk membiayai birokrasi agar fungsi pelayanan publik berjalan secara efektif dan profesional. Keempat, peran investasi ekonomi, yakni mengeluarkan biaya untuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (GNP, GDP dan PDR dan membuka lapangan kerja bagi warga. Kelima, peran distribusi sosial, yakni negara mengeluarkan belanja untuk membiayai pembangunan sosial atau kebijakan sosial. Wujud konkretnya adalah pelayanan publik untuk memenuhi hak-hak dasar warga. Kelima peran klasik negara itu dapat terlaksana dalam situasi normal dimana negara mempunyai kekuasaan politik yang besar dan mempunyai basis materi (ekonomi) yang memadai. Negara menjadi pelaku tunggal yang menjalankan peran mengumpulkan basis material sampai dengan membagi material itu kepada rakyat. Dan, dalam mencapai kesejahteraan, dibutuhkan peran normal negara untuk menciptakan pembangunan yang seimbang (balanced devel¬opment), yaitu keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pembanngunan sosial. Melihat konsep negara sebagai penyelenggara kesejahteraan rakyat, maka muncullah konsep welfare state (negara kesejahteraan) yang dalam sejarahnya pertama kali muncul di Inggris dengan ditandatanganinya Undang-undang Kemiskinan (the poor relief act) pada tahun 1598 (diamandemen beberapa kali) dilanjutkan pada saat dimulainya upaya rekonstruksi sosial dan ekonomi pasca Perang Dunia I dan II (1940an).

B.       Teori Negara

Dalam pandangan teori klasik tentang negara, peran negara dalam pembangunan, termasuk peran kesejahteraan, mencakup lima hal. Pertama, peran ekstraksi, yakni mengumpulkan sumberdaya, misalnya memperoleh devisa dari ekspor, eksploitasi sumberdaya alam, menarik pajak warga, atau menggali pendapatan asli daerah. Kedua, peran regulasi, yakni melan¬carkan kebijakan dan peraturan yang digunakan untuk mengatur dan men¬gurus barang-barang publik dan warga. Ketiga, peran konsumsi, yakni menggunakan (alokasi) anggaran negara untuk membiayai birokrasi agar fungsi pelayanan publik berjalan secara efektif dan profesional. Keempat, peran investasi ekonomi, yakni mengeluarkan biaya untuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (GNP, GDP dan PDR dan membuka lapangan kerja bagi warga. Kelima, peran distribusi sosial, yakni negara mengeluarkan belanja untuk membiayai pembangunan sosial atau kebijakan sosial. Wujud konkretnya adalah pelayanan publik untuk memenuhi hak-hak dasar warga.

Kelima peran klasik negara itu dapat terlaksana dalam situasi “normal” dimana negara mempunyai kekuasaan politik yang besar dan mempunyai basis materi (ekonomi) yang memadai. Negara menjadi pelaku tunggal yang menjalankan peran mengumpulkan basis material sampai dengan membagi material itu kepada rakyat. Dan, dalam mencapai kesejahteraan, dibutuhkan peran “normal” negara untuk menciptakan pembangunan yang seimbang (balanced devel¬opment), yaitu keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pemban¬gunan sosial.

Melihat konsep negara sebagai penyelenggara kesejahteraan rakyat, maka muncullah konsep welfare state (negara kesejahteraan) yang dalam sejarahnya pertama kali muncul di Inggris dengan ditandatanganinya Undang-undang Kemiskinan (the poor relief act) pada tahun 1598 (diamandemen beberapa kali) dilanjutkan pada saat dimulainya upaya rekonstruksi sosial dan ekonomi pasca Perang Dunia I dan II (1940an).

Perkembangan welfare state (negara kesejahteraan) sebetulnya dimulai sejak Bapak Sosialisme Demokrat Jean Jacques Rousseau, menerbitkan Discours sur l’original et Fondament de l’Inegality parmi les Hommes pada tahun 1775, yang mendahului terbitnya karya Adam Smith The Wealth Nation 1776 yang mendasari pengembangan model kapitalisme dan karya Karl Marx Das Capital 1848 yang mendasari Komunisme. Jean Jacques Rousseau melontarkan diskursus tentang penyebab ketimpangan sosial yang dialami manusia. Adam Smith membangun optimisme tentang kemakmuran bangsa-bangsa yang bisa dicapai lewat mekanisme invisible hand, sementara Marx melontarkan tesis tentang adanya proses ‘penghisapan’ (exploitation) kaum lemah oleh pemilik modal.

Jean Jacques Rousseau membedakan dua jenis ketimpangan sosial di masyarakat. Pertama, ketimpangan yang bersifat fisik atau alamiah yang disebabkan oleh perbedaan umur, kesehatan, ketahanan tubuh dan kualitas mental dan kejiwaan. Kedua, ketimpangan politik atau struktural yang dibentuk oleh bias kekuasaan serta produk kebijakannya yang sadar atau tidak, lebih memihak yang kaya atau kuat. Diskursus ini dipakai oleh pemikir dan aktivis sosialis-demokrat dan membedakan antara faham sosialisme-demokrat dan sosialisme-komunis.

Beberapa pemikir Sosial-Demokrat Eropa, melihat bahwa kedahsyatan transformasi sosial akibat kapitalisme yang menyebabkan kesengsaraan sebagian penduduk adalah akibat dari sebagian besar keuntungan masuk pada kaum pemodal. Mereka menyimpulkan bahwa proses pemiskinan adalah akibat kesenjangan antara pendapatan yang diterima buruh dengan nilai sesungguhnya yang disumbangkan kepada nilai produksi. Atas dasar itu, menurut Sismondi (pemikir Sosial-Demokrat asal Prancis, 1773-1842), harus dihapuskan dominasi kelas kepitalis yang dikontrol oleh pemilik modal dan pimpinan industri kepada kaum buruh. Pemikir sosial-demokrat lainnya, Pierre Joseph Proudhon (Prancis 1809-1865) pada bukunya yang terkenal, Systeme des Contradictions Economics ou Philosophie de la Mesere, menjelaskan bahwa eksploitasi buruh adalah akibat adanya kepemilikan oleh pemodal. Bagi Proudhon, satu-satunya yang produktif adalah bekerja, dan selama ini, menurutnya ada “kesalahan perhitungan” antara buruh dan majikan. Majikan membayar buruh dengan ‘nilai pekerjaan individualnya’. Tapi, majikan menahan untuk dirinya ‘hasil dari pekerjaan kolektif seluruhnya’ (le produit de la force collective de tous). Karena itu, semua kapital yang diakumulasikan adalah suatu ”pemilikan sosial/bersama” (propriete sociale).

Dengan pemikiran ini, sebetulnya Sosial-Demokrat menyerang sistem kepemilikan dalam kapitalisme yang dinyatakan sebagai ”eksploitasi kaum kuat terhadap kaum lemah”. Namun, pemikirannya ini juga mendapat kritikan dari pemikir Sosialisme-Komunis Karl Marx pada bukunya Misere de la Philosophie (Kesengsaraan Filsafat). Tetapi, kembali Sosial-Demokrat menjawab bahwa dalam sosialis-komunis ada “eksploitasi kaum lemah terhadap kaum kuat” dan “agama dari kesengsaraan”.

C.      Tanggung Jawab Negara Terhadap Rakyat

Sebagaimana seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban, maka negara pun mempunyai hak dan kewajiban atas warga negaranya. Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan hak warga negara terhadap negara.
Hak negara atau pemerintah meliputi:

1.      Menciptakan peraturan dan undang-undang yang dapat mewujudkan ketertiban dan keamanan bagi keseluruhan rakyat;
2.      Melakukan monopoli terhadap sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak;
3.      Memaksa setiap warga negara untuk taat pada hukum yang berlaku.

Kewajiban negara atau pemerintah sebagaimana yang tersebut dalam tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945 dan kewajiban negara menurut undang-undang serta UUD meliputi:
1.      Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.      Memajukan kesejahteraan umum;
3.      Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4.      Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial;
5.      Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agama dan kepercayaannya;
6.      Membiayai pendidikan, khususnya pendidikan dasar;
7.      Mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
8.      Memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran belanja negara dan belanja daerah;
9.      Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia;
10.  Memajukan kebudayaan manusia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dengan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya;
11.  Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional;
12.  Menguasai cabang-cabang produksi terpenting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak;
13.  Menguasai bumi, air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat;
14.  Memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar;
15.  Mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan;
16.  Bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Tanggung jawab negara terhadap rakyat dapat dilihat dari beberapa pasal – pasal dalam undang – undang dasar 1945. Berikut merupakan beberapa pasal yang melandasi tanggung jawab negara terhadap rakyatnya :

Pasal 26
  1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
  2. Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 27
  1. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
  2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebaganya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 29
  1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.


D.      Negara Kesejahteraan

Negara Kesejahteraan sebenarnya merupakan kelanjutan dan perluasan dari hak-hak warga negara. Hak-hak warga negara tersebut, antara lain hak sipil, hak politik dan hak sosial, selama 300 tahun secara perlahan berhasil diakui dan terpenuhi. Hal sipil (kebebasan berbicara) warga diakui dan dupenuhi pada abad ke-18, hak politik (hak memilih dalam pemilu) diakui dan dipenuhi pada abad ke-19, dan hak sosial (kesejahteraan dan jaminan sosial) diakui dan dipenuhi pada abad ke-20. Negara Kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkankesejahteraan (dekomodifikasi) dengan menjadikan hak setiap warga sebagai ”alasan utama” kebijakan sebuah negara. Negara, dengan demikian, memberlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai ’penganugerahan hak-hak sosial’ kepada warganya. Hak-hak sosial tersebut mendapat jaminan dan tidak dapat dilanggar (inviolable) serta diberikan berdasar atas dasar kewargaan (citizenship) dan bukan atas dasar kinerja atau kelas. Sejarah evolusi hak-hak warga negara bisa dilihat pada tabel 1 berikut.



E.       Hak Sipil Hak Politik Hak Sosial
Abad ke-18 Abad ke-19 Abad ke-20 Prinsip utama Kebebasan Perorangan Kebebasan Politik Kesejahteraan Sosial Wujud dan bentuk pengakuan Habeas corpus (hak untuk diproses melalui hukum), kebebasan berbicara, berpendapat dan beragama; kebebasan untuk meningkatkan diri dalam perjanjian. Hak memilih, reformasi parlemen, pembayaran/gaji ke aggota parlemen. Pendidikan gratis, jaminan pensiun, pelayanan kesehatan (negara kesejahteraan).

Negara Kesejahteraan, pada dasarnya mengacu pada peran negara yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Negara Kesejahteraan merupakan buah dari integrasi ekonomi kapitalistik yang mencapai masa emas sejak akhir abad ke-19 dengan industrialisasi sebagai faktor pemicunya. Awalnya, kebijakan Negara Kesejahteraan ini merupakan upaya untuk mengendalikan ancaman mobilisasi politik dan gerakan radikal dari kelas pekerja baru yang terbentuk setelah industrialisasi sekaligus mengukuhkan kesetiaan kelas baru tersebut pada negara (nation state building). Tren kemudian berubah, awal 1900an negara-negara yang lebih demokratis dengan industrialisasi yang lebih maju mulai membangun negara kesejahteraannya. Kebijakan sosial juga tidak lagi menjadi alat bagi pengendalian politis kelas pekerja, namun untuk memenuhi tuntutan industrialisasi bagi kelas pekerja yang sehat dan cakap.

Negara Kesejahteraan hadir bukanlah sebagai satu entitas yang berwajah tunggal. Luas cakupan dan ragam kebijakan sosial yang diterapkan oleh masing-masing Negara Kesejahteraan (welfare state). Setidaknya ada dua tipologi Negara Kesejahteraan, yaitu residual welfare state dan institutional welfare state. Residual welfare state mengasumsikan tanggung jawab negara sebagai penyedia kesejahteraan berlaku, jika dan hanya jika keluarga dan pasar gagal menjalankan fungsinya serta terpusat pada kelompok tertentu dalam masyarakat, seperti kelompok marjinal sertamereka yang “patut” mendapatkan alokasi kesejahteraan dari negara. Sedangkan institutional welfare state bersifat universal, mencakup semua populasi warga, serta terlembagakan dalam basis kebijakan sosial yang luas dan vital bagi kesejahteraan masyarakat.

Negara Kesejahteraan amat dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa pada masing-masing negara (welfare regims). Pengaruh ini terjadi terutama terhadap kemampuan negara tersebut memproduksi dan mendistribusikan kesejahteraan melalui kebijakan sosial. Rezim kesejahteraan mengacu pada pola intraksi dan saling keterkaitan dalam produksi dan alokasi kesejahteraan antar-negara, rezim pasar dan keluarga/rumah tangga. Ketiga lembaga tersebut merupakan penyedia kesejahteraan dan tempat individu mendapatkan perlindungan dari resiko-resiko sosial.

Namun, tidak selamanya negara menjadi aktor tunggal dalam penyediaan kesejahteraan. Ada varian Negara Kesejahteraan yang ditipologikan menurut rezim kesejahteraan Liberal, Sosial Demokrat dan Konservatif. Dimana terlihat peran negara, rezim pasar dan keluarga/rumah tangga memiliki dominasi masing-masing, lihat tabel 2.


Liberal Sosial Demokrat Konservatif
Peran Aktor
Keluarga Marjinal Marjinal Utama
Pasar Utama Marjinal Marjinal
Negara Marjinal Utama Pelengkap
Bentuk Welfare State

Bentuk ikatan dominan Individual Universal Kekerabatan Korporatisme
Wadah ikatan dominan Pasar Negara Keluarga
Tingkat dekomodivikasi Minimal Maksimal Tinggi (bagi pencari nafkah utama)
Model Negara Amerika Serikat Swedia Jerman, Italia


BAB  III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Negara memiliki kekuasaan yang kuat terhadap rakyatnya.

Fungsi dasar negara adalah mengatur untuk menciptakan law and order dan untuk mencapai welfare atau kesejahteraan. Dalam pandangan teori klasik tentang negara, peran negara dalam pembangunan, termasuk peran kesejahteraan, mencakup lima hal. Pertama, peran ekstraksi, yakni mengumpulkan sumberdaya, misalnya memperoleh devisa dari ekspor, eksploitasi sumberdaya alam, menarik pajak warga, atau menggali pendapatan asli daerah.

Hak  dan  Tanggung Jawab Negara

Hak negara atau pemerintah meliputi:
1.      Menciptakan peraturan dan undang-undang yang dapat mewujudkan ketertiban dan keamanan bagi keseluruhan rakyat;
2.      Melakukan monopoli terhadap sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak;
3.      Memaksa setiap warga negara untuk taat pada hukum yang berlaku.
Kewajiban negara atau pemerintah sebagaimana yang tersebut dalam tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945 dan kewajiban negara menurut undang-undang serta UUD
Tanggung jawab negara terhadap rakyat dapat dilihat dari beberapa pasal – pasal dalam undang – undang dasar 1945. Berikut merupakan beberapa pasal yang melandasi tanggung jawab negara terhadap rakyatnya :

Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29

DAFTAR PUSTAKA


Alappat, Francis., Mahatma Gandhi: Prinsip Hidup, Pemikiran dan Konsep Ekonomi, Penerbit Nusamedia dan Nuansa, Jakarta September 2005.
Budiardjo, Miriam., Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia edisi revisi, Jakarta 2008..
Damanhuri, Didin S., Ekonomi Politik Alternatif, Pustaka sinar Harapan, Jakarta 1996.
Damanhuri, Didin S., Model Negara Kesejahteraan dan Prospeknya di Indonesia, Jurnal Politika, Jakarta 2006
Darmawan T dan Sugeng B di Memahami Negara Kesejahteraan: Beberapa Catatan bagi Indonesia, Jurnal Politika, Jakarta 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar